Sàvitrì dan Satyavàn
Cerita ini ditemukan dalam Devì Bhàgavata,
Skandha 9 dan Vanaparva 293-299 (Mani, 1989:713-714) sebagai berikut.
Cerita ini sangat terkenal di dalam kitab-kitab Puràóa. Adalah
seorang raja yang sangat terkenal dari Kerajaan Madra, bernama Aúvapati.
Istrinya bernama Màlatì. Walaupun kedua suami-istri ini sudah semakin tua,
namun belum juga memiliki putra. Akhirnya ia sepakat untuk memuja Dewi Sàvitrì.
Setelah ia melakukan pemujaan dan tapa brata selama 18 tahun, Dewi Sàvitrì
tampak di hadapan mereka dan menyatakan bahwa seorang anak perempuan akan lahir
dari suami-istri ini. Tiada beberapa lama, Màlatì melahirkan seorang anak
perempuan diberi nama Sàvitrì. Sàvitrì tumbuh dan cepat menjadi seorang gadis
yang cantik, bagaikan Dewi Lakûmì menjelma menjadi bidadari yang sangat cantik,
Namun tidak seorang pun laki-laki yang datang untuk melamarnya.
Sang raja
sangat menyesal dan sedih. Pada waktu awal masa paro terang (di Bali disebut pananggal)
Sàvitrì menyucikan diri dan menghadap seorang pandita untuk mendapat restunya.
Demikian pula ia menghadap baginda raja, bersujud di hadapannya untuk memohon
restu kepadanya. Sang raja menasehati putrinya untuk melakukan perjalanan ke
luar negeri untuk menemukan pilihan hati sebagai suaminya. Sesuai dengan
permintaan baginda raja ia meminta seorang menteri senior untuk mendampinginya
dalam melakukan perjalanan untuk mengunjungi beberapa pertapa di dalam hutan.
Suatu hari Devarûi Nàrada mengunjungi istana dan
berbincang-bincang dengan Raja Aúvapati, saat itu Sàvitrì dan menteri seniornya
telah kembali dari pertapaan. Sàvitrì bersujud kehadapan baginda raja dan
Devarûi Nàrada. Demikian Devarûi Nàrada melihat Sàvitrì, langsung saja ia ingin
mengetahui tentang rencana perkawinan dari putri ini. Baginda raja mejawabnya
bahwa ia telah menugaskan untuk melakukan perjalanan untuk mendapatkan calon suaminya.
Sàvitrì menjawab: “Saya telah mendapatkan Raja Satyavàn sebagai calon suami
saya. Ia adalah putra Raja Dyumatsena dari Kerajaan Sàlva. Dyumatsena menjadi
buta ketika umurnya semakin tua, dan dalam kesempatan itu musuh menangkapnya
dan mengambil kerajaannya. Raja Dyumatsena, permaisuri, dan putranya kini
tinggal hutan”.
Devarûi Nàrada menjelaskan karakter dari Satyavàn. “Satyavàn
bercahaya bagaikan matahari, cerdas dan bijaksana bagaikan Båhaspati, gagah
berani bagaikan Dewa Indra, dan cinta kasihnya bagaikan Ibu Pertiwi”. Raja
Aúvapati sangat bahagia mendengarkan karakter Satyavàn, apakah ada sesuatu lagi
yang perlu dijelaskan tentang diri Satyavàn. Devarûi Nàrada menyatakan bahwa:
“Dalam waktu setahun sejak perkawinannya Satyavàn akan meninggal dunia”.
Raja Aúvapati sangat sedih mendengarkan hal tersebut. Sàvitrì
menyatakan bahwa ia telah menerima Satyavàn sebagai calon suaminya dan ia tidak
dapat dipisahkan dengan keputusan yang telah diambilnya, dan akan berjuang
supaya umurnya lebih panjang dari setahun itu. Baginda raja mendukung keputusan
putrinya dan persiapan untuk menyelenggarakan upacara perkawinan segera
dimulai. Baginda raja dan Sàvitrì pergi ke hutan dan menemukan Raja Dyumatsena
yang sangat gembira mendukung rencana perkawinan tersebut. Raja Aúvapati
kembali ke keraton dan meninggalkan Sàvitrì dengan Satyavàn dan orang tuanya.
Segera setelah Raja Aúvapati meninggalkan hutan, Sàvitrì langsung membuang
perhiasannya dan mengenakan pakaian seperti layaknya tinggal di hutan dan hidup
bersama Satyavàn dan kedua orang tuanya.
Peristiwa itu sudah mendekati setahun dan hari kematian Satyavàn
sudah semakin dekat. Tinggal hanya lagi empat hari saja. Sàvitrì melakukan
puasa untuk tiga hari berikutnya. Raja Dyumatsena meminta Sàvitrì supaya jangan
melakukan hal itu, namun Sàvitrì telah berhasil melakukan puasanya. Tinggal
waktu semalam saja. Ia melek semalam suntuk, keesokan paginya tiba. Walaupun ia
telah mengakhiri puasanya, namun ia tetap tidak menikmati makanan apapun.
Dengan rendah hati mengatakan bahwa ia akan menikmati makanan setelah matahari
terbenam.
Seperti biasanya, Satyavàn mengambil kapaknya dan pergi ke hutan
untuk mencari kayu api. Sàvitrì juga ikut serta. Satyavàn berkata: “Istiku,
engkau tidak pernah mengikuti aku sebelumnya?. Di samping itu engkau terlalu
lelah karena melakukan puasa berturut-turut beberapa hari. Bagaimana engkau
bisa mengikuti aku ke hutan”. Sàvitrì berkata: “Saya tidak sepenuhnya lemah
karena puasa dan melakukan tapa brata. Saya ini menyertai kakanda. Saya mohon
jangan halangi keinginan saya”. Akhirnya Satyavàn memenuhi keinginan istrinya
setelah mendapatkan ijin dari kedua orang tuanya.
Keduanya pergi ke tengah
hutan untuk mengumpulkan buah-buahan dan umbi-umbian. Selanjutnya Satyavàn
mulai menebang pohon untuk kayu api. Tiba-tiba saja keringat mengucur dari
seluruh tubuh Satyavàn, dan kepala mulai terasa pening. “Terlentangkan saya di
tanah!”. Demikian kata-kata Satyavàn. Kapaknyajatuh dari tangannya. Sàvitrì
segera memegang dan memangku tubuh suaminya. Sàvitrì menyaksikan seseorang
dengan tubuh tinggi besar mengenakan pakaian warna merah darah, dengan matanya
yang merah, dan membawa seutas tali mendekatinya. Ia tiba dalam jarak yang
sangat dekat dan berdiri menyaksikan tubuh Satyavàn. Sàvitrì berdiri dan
bersujud di hadapannya. Sàvitrì berkata: “Dewa siapakah anda?”. Yama bersabda:
“Wahai Sàvitrì.
Sebagai seorang pertapa wanita yang penuh kejujuran, Saya
mendatangimu. Saya Dewa Yama. Saya datang kemari untuk menjemput roh suamimu!”.
Sàvitrì menjawab: “Hamba mendengar yang selalu mencabut roh seseorang adalah
para pengiring atau utusan Tuanku, kenapa Tuanku sendiri yang langsung
menjemputnya hari ini?”. Yama: “Satyavàn ini memiliki kebajikan yang tinggi,
yang merupakan samudra dari perilaku dan karakter yang mulia. Aku tidak
mengirim utusanku dalam kasus ini. Aku sendiri yang menjemput orang yang
seperti dia!”. Demikian kata-kata Dewa Yama segera saja mengambil nyawa
Satyavàn, mengikatnya dan mengeluarkan dari tubuhnya. Sàvitrì melihat tubuh
suaminya terbujur kaku tanpa nyawa. Sàvitrì mengikuti Dewa Yama yang pergi
menuju arah Selatan dengan membawa roh Satyavàn. Yama: “Sàvitrì, engkau kembali
dan lakukan upacara pembakaran jenasah suami anda atau engkau akan mengikuti
terus roh suamimu sepanjang yang engkau mampu!”. Sàvitrì: “Hamba akan mengikuti
terus sampai di mana roh suamiku dibawa. Hal ini merupakan tugas dan kewajiban
seorang istri.
Kesukaran apakah yang mesti hamba hadapi untuk mengikuti
Tuanku. Hamba memilki pahala dari tapa brata yang hamba lakukan, bakti hamba kepada
yang lebih tua, cinta yang murni dan hormat yang tulus kepada suami hamba dan
kemurahan hati Tuanku”. Menghadapi situasi yang demikian itu, Dewa Yama
kesulitan untuk mengembalikan Sàvitrì, dan meminta kepada Sàvitrì untuk
mengajukan beberapa permintaan, dan Dewa Yama akan menganugrahkannya, kecuali
satu yakni jangan meminta Satyavàn dihidupkan kembali. Permohonan Sàvitrì
antara lain, supaya mata yang buta milik Raja Dyutmasena segera kembali dan
dapat melihat dengan normal. Dewa Yama memenuhi permintaan tersebut. Sàvitrì
belum juga bersedia kembali.
Dewa Yama mengijinkan satu permintaan lagi.
Sàvitrì memohon supaya kerajaan Raja Dyumatsena yang dirampas musuhnya supaya
dikembalikan lagi. Dewa Yama memenuhi pula permintaan tersebut. Namun demikian
Sàvitrì tetap saja tidak bersedia kembali. Dewa Yama mengijinkan permohonan
yang ketiga lagi. Ia memohon: “Saya memohon anugrahkanlah kepada kami seratus
anak untuk meneruskan garis keluarga!”. Dewa Yama memenuhi permohonan tersebut.
Tetap saja Sàvitrì mengikuti Dewa Yama. Dewa Yama mengijinkan satu pertanyaan
lagi sebagai pertanyaan yang keempat. Sàvitrì berkata: “Anugrahkanlah kepada
saya seratus anak yang langsung lahir dari Satyavàn!”.
Dewa Yama memenuhi
permohonan tersebut. Kemudian Sàvitrì menanyakan bagaimana mungkin
merealisasikan permohonan tersebut tanpa menghidupkan Satyavàn. Dewa Yama sangat
senang dengan ketulusan dan kecintaan Sàvitrì kepada suaminya dengan
menghidupkan kembali Satyavàn. Dewa Yama memberi anugrah pula bahwa Sàvitrì dan
Satyavàn akan hidup seratus tahun lagi. Dewa Yama lenyap daro pandangan mata dan
Sàvitrì membangunkan suaminya dari pangkuannya. Satyavàn hidup kembali.
Keduanya bangkit dari posisinya. Malampun tiba. Saat itu sangat gelap.
Mereka kesulitan menemukan jalan kembali. Satyavàn berusaha mencari
pertapaannya. Sàvitrì mengikuti suaminya dengan sebilah kapak dan mendukung
suaminya di bawah sinar bulan menuju pertapaan. Raja Dyumatsena bisa melihat
kembali. Ia bersama istrinya berusaha menemukan putranya dan berjalan di
sekitar pertapaan.
Akhirnya semuanya berjumpa kembali. Mereka kembali pulang.
Sàvitrì menjelaskan segala yang telah terjadi. Setiap orang merasakan
kebahagiaan. Selanjutnya orang-orang dari Kerajaan Sàlva datang ke pertapaan.
Mereka mengatakan bahwa menteri raja telah membunuh raja, dan orang-orang
kemudian mengusir menteri tersebut, dan mereka kini memohon kepada Raja
Dyumatsena untuk kembali memimpin kerajaan. Selanjutnya semua orang kembali ke
Kerajaan Sàlva, dan Dyumatsena dinobatkan menjadi raja Kerajaan Sàlva.
baca juga :
Ringkasan Mahabharata Parwa 1. Adiparwa
Ringkasan Mahabharata Parwa 2. Sabhaparwa
Ringkasan Mahabharata Parwa 3. Vanaparva/Aranyakaparva
Ringkasan Mahabharata Parwa 4 - Virata Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 5 - Udyoga Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 6 - Bhisma Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 7 - Drona Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 8 - Karna Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 9 - Salya Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 10 - Sauptika Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 11 - Stri Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 12 - Santi Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 13 - Anusasana Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 14 - Asvamedika Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 15 - Asramawasika Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 16 - Mausala Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 17 - Mahaprasthanika Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 2. Sabhaparwa
Ringkasan Mahabharata Parwa 3. Vanaparva/Aranyakaparva
Ringkasan Mahabharata Parwa 4 - Virata Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 5 - Udyoga Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 6 - Bhisma Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 7 - Drona Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 8 - Karna Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 9 - Salya Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 10 - Sauptika Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 11 - Stri Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 12 - Santi Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 13 - Anusasana Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 14 - Asvamedika Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 15 - Asramawasika Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 16 - Mausala Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 17 - Mahaprasthanika Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 18 - Svargarohanika Parva
baca juga cerita-cerita sisipan yang terjadi, antara lain:
Cerita Ringkas Sisipan 1 Dalam Mahabharata (RAJA NAHUÛA)Cerita Ringkas Sisipan 2 Dalam Mahabharata (NALA-DAMAYANTÌ)
Cerita Ringkas Sisipan 4 Dalam Mahabharata (NADÌTAMA GAÒGÀ (KEUTAMAAN SUNGAI GAÒGÀ))Cerita Ringkas Sisipan 5 Dalam Mahabharata (GARUÐA - SI RAJA BURUNG)
Cerita Ringkas Sisipan 4 Dalam Mahabharata (NADÌTAMA GAÒGÀ (KEUTAMAAN SUNGAI GAÒGÀ))Cerita Ringkas Sisipan 5 Dalam Mahabharata (GARUÐA - SI RAJA BURUNG)
(Label: dewa yama, dewaresi naradha, dyumatsena, malati, raja aswapati, salva, savitri dan satyavan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar