Nala-Damayantì
Cerita Raja Nala dan permaisurinya Damayantì merupakan sisipan dalam kitab Mahàbhàrata dan cerita ini sangat populer di kalangan masyarakat. Di dalam kitab Mahàbhàrata (Vanaparva 52-79) dijelaskan Vettam Mani (1989:196-199) sebagai berikut.
“Ketika masa pengasingan para Pàóðava di tengah
hutan. Saat itu Arjuna pergi melakukan pertapaan memuja Dewa Úiva untuk
memperoleh anugrah senjata panah yang sakti (panah kedewataan). Saat cukup lama
menunggu, para Pàóðava yang lainnya menghadapi berbagai penderitaan dan
kesedihan. Mereka semuanya mengalami kesusahan yang luar biasa. Dalam keadaan
yang mengenaskan itu, seorang pertapa bernama Båhadaúva mengunjunginya. Pertapa
ini disambut dengan penuh hormat oleh Dharmaputra dan adik-adiknya diikuti
dengan air mata yang berlinang, mereka sangat menderita di dunia ini. Mendengar
hal tersebut pertapa Båhadaúva menghiburnya dengan sebuah cerita yang lebih
tragis dari yang dialami oleh para Pàóðava. Diceritakan seorang raja dari
Kerajaan Vidarbha bernama Bhìma yang mempunyai seorang putri bernama Damayantì.
Pada saat yang hampir bersamaan Raja Vìrasena dari Kerajaan Niûadha mempunyai
seorang putra bernama Nala. Putra raja ini sangat akhli bermain judi dadu,
namun sangat jujur, dan berbicara benar. Ia cepat berkembang dan menjadi
seorang pemuda. Suatu hari seekor angsa yang berasal dari Raja Nala mendatangi
istana keputren tempat Damayantì. Angsa itu menyanyikan sebuah lagu yang memuji
kemuliaan Raja Nala. Nala juga mengetahui kemuliaan dari Damayantì. Kemudian
keduanya jatuh cinta. Nala mendatangi tempat kediaman Damayanti di Kota
Kuóðinapurì, ibu kota Kerajaan Vidarbha yang saat itu menyelenggarakan
svayaývara (sayembara) untuk meperebutkan Damayantì. Dewa Indra, Agni, Yama,
dan Varuóa mendengar kecantikan Damayantì yang luar biasa dari Devarûi Nàrada.
Keempat Dewa tersebut juga datang ke ibu kota Vidarbha untuk mengikuti acara
sayembara dimaksud. Dalam perjalanan, keempat devatà tersebut bertemu dengan
Raja Nala, yang mengetahui bahwa Damayantì hanyamencintai Raja Nala, tidak
siapa pun yang lainnya. Para Dewa tersebut menyamar dan mengambil wujud yang
sama persis seperti Raja Nala. Saat Raja Nala dan para Dewa yang juga
menyerupati Raja Nala tiba ditempat sayembara pemilihan calon suami bagi Damayantì.
Damayantì yang sudah menyiapkan kalungan bunga (garland) untuk
dikalungkan di leher calon suaminya kebingungan menyaksikan adanya lima wujud
yang semuanya sama. Damayantì memohon kepada para devatà supaya berkenan
menunjukkan Raja Nala yang sebenarnya. Karena ketulusan hati dan cintanya yang
suci kepada Raja Nala, para Dewa memenuhi permintaan Damayantì dan Raja Nala
yang asli terlihat oleh Damayantì. Kalungan bunga segera dikalungkan kepadanya.
Karena ketulusan hati dan kemurnian cinta pasangan penganten ini, para Dewa
menganugrahkan kerunia kepada mereka. Dewa Agni berjanji akan selalu muncul
bila Raja Nala memikirkan dirinya. Yama berjanji menuntun pada jalan kebajikan.
Varuóa berjanji memberikan air saat Raja Nala memikirkan hal itu, dan Dewa Indra
berjanji akan segera menganugrahkan mokûa demikian selesai melakukan yàga
(homayajña). Para Dewa menyaksikan acara perkawinan Nala dan Damayantì sampai
akhir acara kemudian meninggalkannya ke kahyangan masing-masing. Raja Nala dan
permaisurinya, Damayantì tinggal di Kuóðinapurì.
Mendengar telah terjadi perkawinan antara Raja Nala dengan
Damayantì melalui sayembara. Dewa Kali dan Dvàpara segera berangkat menuju
Kuóðinapurì. Di perjalanan mereka bertemu dengan Dewa Indra dan Dewa-Dewa
lainnya yang baru saja kembali dari Kuóðinapurì. Mereka menyampaikan kepada
Dewa Kali bahwa Damayanì telah menerima Raja Nala sebagai suaminya dan upacara
perkawinan telah dilangsungkan. Dewa Kali dan Dvàpara sangat marah mengetahui
hal tersebut dan mereka menyatakan akan menghancurkan Kerajaan Raja Nala.
Setelah itu Dewa Kali menunggu kesempatan untuk dapat merasuki tubuh Raja Nala.
Suatu hari setelah dua belas tahun perkawinannya, Raja Nala melakukan
kekeliruan, yakni tanpa mencuci kaki dan tangan sehabis buang air kecil, ia melakukan
pemujaan (sandhyà) pada sore hari. Saat itu Dewa Kali merasuki tubuh Raja Nala.
Dengan demikian Raja Nala menjadi orang yang kehilangan akal sehatnya, ia
meninggalkan kebajikan, tugas, dan kewajibannya, dan menantang adiknya bernama
Puûkara untuk bermain judi dadu. Puûkara setuju dengan ajakan adiknya. Dewa
Kali saat itu hadir mengambil wujud sebagai lembu jantan yang dapat menolong
Raja Nala. Raja ini kehilangan kerajaannya akibat bermain judi. Mengetahui
suaminya terus menerus kalah dalam permainan judiitu, Damayantì mengirim kusir
keretanya bernama Vàrûóeya, putra-putrinya Indrasena dan Indrasenà ke
Kuóðinapurì. Setelah meninggalkan Kuóðinapurì, Vàrûóeya melanjutkan perjalanan
menuju berapa negara dan kemudian sampai di Ayodhyà, kemudian ia menjadi kusir
kereta Raja Åtuparóa.
Puûkara telah berhasil mendapatkan kerajaan, kekayaan, dan segala
sesuatu milik Raja Nala. Raja Nala kini tidak memiliki apapun kecuali pakaia
yang ia kenakan dan meninggalkan istana. Istrinya Damayantì selalu mengikuti
kepergian suaminya. Raja Puûkara membuat pengumuman bahwa siapapun tidak boleh
menolong Raja Nala, dan bilamana ada yang menolong raja ini akan dikenakan
sanksi berupa hukuman mati. Setelah kejadian itu, ia tinggal untuk tiga hari
berikutnya di wilayah Kerajaan Vidarbha dengan hanya berbekal air dan sedikit
makanan. Kedua suami-istri itukemudian masuk ke dalam hutan untuk mendapatkan
sekedar makanan. Mereka kelaparan. Raja Nala melihat beberapa ekor burung
berwarna keemasan dan ia bermaksud menangkapnya untuk dijadikan santapan. Ia
membuka kainnya dan membentangkannya di tanah. Ternyata beberapa burung itu
menarik dan menerbangkan kain tersebut. Burung tersebut adalah burung siluman
yang menjadi dadu saat judian berlangsung. Hal itu terjadi karena pengaruh dari
Dewa Kali. Dalam kondisi yang mengenaskan itu, Raja Nala meminta istrinya untuk
meninggalkan dirinya dan dengan kereta para pedagang diminta untuk kembali ke
Avanti untuk menyelamatkan diri. Damayantì menolak keinginan Raja Nala dan
tidak ingin berpisah sedetikpun dengan suaminya. Pada malam harinya mereka
menginap di sebuah pondok. Karena kelelahan, mereka tertidur nyenyak. Beberpa
lama, Raja Nala terbangun dan berpikir sebaiknya istrinya tidak mengukiti
dirinya, dengan demikian ia bisa pergi ke negara terdekat untuk menyelamatkan
diri. Ia memilih untuk meninggalkan istrinya dengan memotong separo kain
istrinya untuk ia gunakan. Ia melihat sebuah pedang dan kemudian memotong kain
istrinya ia masih tidur nyenyak di pondok dan meninggalkan tempat itu.
Ketika Damayantì terbangun, ia terkejut karena tidak menjumpai
suaminya. Ia memanggil suaminya, menjerit-jerit dan menangis. Ia pergi lebih
dalam lagi ke tengah hutan untuk mencari suaminya. Di tengah hutan ia dibelit
oleh seekor ular besar, dan saat yang bersamaan seorang pemburu di hutan
menemukan Damayantì yang menjerit-jerit. Pemburu tersebut berhasil membunuh
ular tersebut dan karena terdorong oleh nafsu birahinya, pemburu itu meminta
Damayantì untuk bersedia menjadi istrinya. Damayantì sangat marah, menolak, dan
mengutuk pemburu itu, dan tiba-tiba saja pemburu tersebut jatuh dan mati.
Setelah peristiwa itu, ia berusaha untuk ke luar hutan, namun sulit menemukan
jalan ke luar. Banyak binatang buas dan menakutkan yang ditemukan, namun
berhasil menyelamatkan diri. Akhirnya ia menemukan sebuah tebing karang dan
duduk di sana, ia meratapi takdir yang menimpa diri dan suaminya.
Saat itu, datang para pedagang membawa gerobak yang diserang oleh
gajah liar yangmengikuinya. Mereka kemudian melihat Damayantì. Ia menceritakan
kisah hidupnya. Para pedagang itu membawa Damayantì menuju Kerajaan Cedi Di
kerajaan itu ia mengembara dan akhirnya dapat bertemu dengan Raja Subàhu. Dikira
seorang wanita gila, Damayantì di kelilingi oleh anak-anak jalanan. Permaisuri
raja kasihan melihat hal tersebut, dan meminta pengiringnya untuk membawa
Damayantì ke istana. Dengan tetap menyembunyikan identitas dirinya sebagai
istri Raja Nala, kemudian ia menceritakan segala pengalamannya. Permaisuri raja
memberi tahun Damayantì supaya bersedia tinggal di istana sampai ia menemukan
suaminya. Damayantì menjawabnya sebagai berikut: “Tuan permaisuri, saya
bersedia tinggal di istana dengan beberapa syarat tertentu. Saya hanya bersedia
makan sisa-sisa makanan saja. Saya minta tidak seorangpun membasuh kaki
saya.Saya tidak bersedia berbicara dengan laki-laki yang tidak ada hubungannya
dengan saya. Apabila ada seseorang yang berusaha merayu saya, permaisuri mesti
memeritahkan supaya orang yang merayu saya segera dibunuh. Bràhmaóa boleh
mengunjungi saya hanya dalam kaitanya memberikan informasi tentang keberadaan
suami saya. Ini sumpah dan janji saya”. Permaisuri setuju dengan persyaratan
tersebut dan menjadikan pengiring putri raja bernama Sunandà.
Diceritakan kondisi Raja Nala di dalam hutan di wilayah Kerajaan
Ayodhyà penuh dengan penderitaan. Saat ia mengembara di tengah hutan, ia
menemukan kebakaran , Dari tengah hutan ia mendengar seseorang mamanggil
namanya. Ketika Raja Nala mendekati tempat terbakar tersebut, ia melihat raja
ular naga terkenal bernama Karkoþaka bergelung di kobaran api tersebut. Suatu
hari raja ular naga ini pernah menipu Devarûi Nàrada, yang kemudian mengutuknya
bahwa ular ini tidak akan dapat bergerak di suatu tempat seperti sebuah benda
yang tidak dapat dipindahkan karena beratnya. Kutukan akan berakhir bila ia
bertemu dengan Raja Nala yang datang menolongnya. Sejak saat itu raja ular naga
Karkoþaka tidak bisa bergerak di dalam hutan. Kemudia terjadi kebakaran hutan,
raja ular ini tidak bisa bergerak dan memanggil nama Raja Nala yang kebutulan
berada di dekat kebakaran tersebut. Karena kedatangan dan pertolongan Raja
Nala, maka kutukan yang diterima ular tersebut telah berakhir. Karkoþaka
meminta supaya Raja Nala pergi ke arah Utara sambil menghitung jumlah langkah
kakinya. Saat hitungan ke sepuluh, Karkoþaka menggigit kaki Raja Nala yang
mengakibatkan penampilan Raja Nala menjadi sangatjelek. Karkoþaka memberitahu
Raja Nala yang dalam keadaan bingung melihat penampilan dirinya; “Jangan cemas.
Saya yang menjadikannya anda jelek rupa sehingga seseorang tidak dapat mengenal
anda. Anda menjadi buruk rupa akibat racun saya. Racun saya demikian rupa
menjadikan anda jelek, karena Dewa Kali masih merasuki tubuh anda. Ia merasuki
orang-orang yang tanpa cacat, yang menjadikan anda menderita. Dengan demikian,
tidak seorangpun yang akan berbuat jahat dan mengenali anda. Sekarang anda
harus segera menuju Kerajaan Ayodhyà dan bertemu dengan Raja Åtuparóa dan
katakan padanya bahwa anda bernama Bàhuka yang bersedia menjadi kusir kereta
kerajaan. Berikan Raja Åtuparóa ‘Aúvahådayamantra’, dan minta padanya supaya
diberikan ‘Akûahådayamantra’. Setelah itu anda akan berjumpa dengan istri dan
anak-anak anda. Ini dua pakaian untuk anda. Bila anda ingin dalam wujud anda
yang asli kenakan salah satu pakaian itu”. Setelah mengatakan hal tersebut,
Karkoþaka memberikan dua pakaian ke-devatà-an dan lenyap seketika.
Raja Nala segera menuju Kerajaan Ayodhyà. Dalam waktu sepuluh hari
ia telah sampai di istana Raja Åtuparóa, dan ia memohon perkenan raja supaya
diijinkan sebagai penjaga kuda dan dibayar 100 keping emas. Ia tinggal di sana
dengan nama Bàhuka. Vàrûóeya dan Jìvala yang juga penjaga kuda Raja Åtuparóa
ditempatkan di bawah kepemimpinan Bàhuka. Setiap sore hari ketika Bàhuka telah
selesai melakukan kewajibannya, ia melantunkan sebuah syair. “Kelelahan dan
dibelit oleh lapar dan haus. Wanita miskin itu, di manakah ia kini berada?
Menjadi pelayannya siapakah ia sekarang. Sungguh memikirkan penderitaan karena
kebodohan ?”. Mendengar lagu ratapan setiap hari, suatu hari pembantu Jìvala
bertanya kepada Bàhuka siapakah yang diratapinya itu. Bàhuka menjawab: “Suatu
hari ada seorang laki-laki goblok. Ia memiliki istri yang cantik. Karena sesutu
hal ia berpisah dengan istrinya. Si goblok terus mengembara, kelelahan, dan penderitaan
mencari istrinya itu?.
Diceritakan kembali keadaan Damayantì yang tinggal di istana Raja
Cedi, sebagai pelayan putri raja bernama Sunandà. Raja Bhìma sangat sedih
karena tika mengetahui di mana posisi Nala dan Damayantì. Ia mengirim
orang-orang untuk mencarinya ke seluruh penjuru untuk menemukan mereka. Raja
Bhìma mengumumkan bahwa siapa saja yang menemukan Raja Nala dan Damayantì akan
diberikan hadiah yang luar biasa berupa ribuan sapi, memberikan tanah dan desa
kepada para Bràhmaóa. Puluhan ribu sapi akan diberikan kepada yang anya memberi
informasi tentang keberadaan mereka. Mendengar hal tersebut bebarapa orang
Bràhmaóa mendatangi berbagai penjuru, dan salah sorang Bràhmaóa itu bernama
Sudeva yang pergi ke Kerajaan Cedi. Ia mudah mengenali Damayantì yang bagaikan
nyala api ditutupi asap. Ketika Damayantì sendirian, Bràhmaóa Sudeva
mendekatinya dan memberitahu bahwa datang dari Vidarbha dan ia adalah sahabat
dari saudara laki-laki Damayantì. Damayantì langsung mengenal Bràhmaóa Sudeva
dan menjerit keras. Putri Sunandà menyaksikan peristiwa itu langsung memberi
tahu ibu suri tentang hal itu. Permaisuri memanggil Sudeva dan minta penjelasan
tentang hal tersebut. Sudeva menjelaskan segalanya yang menimpa diri Damayantì.
Ketika semua wanita di istana mendengarkan hal itu, mereka semuanya menangis.
Dengan linangan air mata permaisuri berkata: “Dengarkan hal ini, Damayantì, ibu
ananda dan aku adalah dua putri Raja Sudama, di Kerajaan Daúàróa. Ayahku
mengawinkan ibumu dengan Raja Bhìma, di Kerajaan Vidarbha, sedang ibu sendiri
dikawinkan dengan Rajua Vìrabàhu di Kerajaan Cedi. Saya telah melihat ananda
ketika ananda masih bayi!”. Ketika Raja Vidarbha telah mengetahui semuanya, ia
memerintahkan abdinya untuk menyiapkan sebuah kereta untuk membawa Damayantì ke
Kerajaan Vidarbha.
Ketika tiba di Vidarbha, Damayantì menyampaikan kepada ayahda Raja
Bhìma bahwa ia tidak bisa hidup tanpa Raja Nala di sampingnya. Raja Bhìma telah
memerintahkan untuk mencari Raja Nala. Suatu hari Paróada, salah seorang dari
beberapa Bràhmaóa yang ditugaskan mencari Raja Nala memberitahu Raja Bhìma
bahwa ketika ia mengembara dari istana ke istana lainnya untuk menemukan Raja
Nala, ia sempat bertemu dengan Raja Åtuparóa di istana Kerajaan Ayodhyà, tidak
seorang pun yang bisa memberikan informasi tentang keberadaan Raja Nala.
“Ketika saya meninggalkan istana, Bàhuka kusir kereta Raja Åtuparóa mengikuti
saya. Seorang yang buruk rupa dengan tangannya yang pendek, namun akhli dalam
mengendalikan kuda, dan pintar memasak, ia menanyakan beberapa pertanyaan
tentang Damayantì”. Ketika Damayantì mendengar hal tersebut, ia segera ingin
mengetahui keadaan Raja Nala. Ia secara rahasia segera menemu ibunda ratu dan
mendesak supayamengirim Bràhmaóa Sudeva untuk berangkat ke istana Ayodhyà.
Sudeva dalam waktu singkat sudah tiba di Ayodhyà dan menyampaikan pesan ibunda
ratu bahwa akan dilangsungkan sayembara yang kedua kalinya untuk mengawinkan
putri Damayantì yang akan dilangsungkan sebelum matahari terbenam keesokan
harinya. Raja Åtuparóa tertarik mengikuti sayembara tersebut dan memerintahkan
Bàhuka untuk segera mengambil keretanya untuk berangkat keVidarbha. Segera saja
mereka berangkat. Vàrûóeya diikutsetakan dalam kereta. Kereta yang dikendalikan
oleh Bàhuka bagaikan terbang di angkasa karena sangat cepat. Di perjalanan,
pakaian bagian atas Raja Åtuparóa jatuh ke tanah dan sang raja meminta
menghentikan keretanya. Ketika akan mengambil pakaian raja tersebut, sang raja
dan kusirnya melihat sebuah pohon yang berdaun dan berbuah lebat benama pohon
Tanni (terminalia bellerica). Setelah melihat pohon tersebut, sang raja
berkata: “Wahai Bàhuka, bila anda akhli dalam mengendalikan kereta, saya akhli
dalam hal menghitung. Saya akan mengatakan berapa jumlah buah dan daun pada
pohon Tanni tersebut. Terdapat 500.000 daun pada dua cabang pohon itu dan 2,095
buah pada pohon Tanni itu”. Mereka kemudian turun dari keretanya dan menghitung
daun dan buah pohon tersebut. Ternyata yang dikatakan oleh raja tersebut benar.
Raja memiliki kemampuan tersebut karena ia memiliki Akûhådaya. Hanya dengan
sekali pandang, sang raja sudah mampu menghitung jumlah daun dan buah pada
pohon tersebut. Bàhuka mampu mengendalikan kereta dengan kecepatannya yang
tinggi karena ia memiliki Aúvahådaya. Keduanya kemudian saling memberikan
mantra rahasia tersebut dan dalam waktu singkat Bàhuka sudah menguasai
Akûahådayamantra. Kakoþaka menggigit Raja Nala dengan bisanya menjadikan
kekuatn Dewa Kali yang merasuki tubuhnya pudar, dan meninggalkan tubuh Raja
Nala. Di masa yang silam, ibu dari Indrasena, para Dewa mengutuk Dewa Kali
jatuh ke bumi dan marasuki tubuh Raja Nala. Demikian meninggalkan tubuh Raja
Nala, Dewa Kali meminta maaf kepadanya. Raja Nala mampu mengendalikan
amarahnya. Namun demikian Dewa Kali sangat takut karena kesucian dan ketulusan hati
Raja Nala. Dewa Kali memilih untuk tinggal di pohon Tanni, oleh karenanya pohon
Tanni menjadi pohon yang menjijikan.
Åtuparóa, Vàrûóeya, dan Bàhuka sampai di istana Kuóðnapura. Ketika
suara kereta Raja Nala terdengar oleh telinga Damayantì, maka hatinya diliputi
rasa bahagia. Kereta Raja Åtuparóaberhenti di depan istana. Raja Bhìma
menyambut tamunya dengan ramah. Ternyata diistana tidak tampak ada perhelatan
sayembara seperti diinformaskan, namun Raja Åtuparóa memaklumi trik yang dibuat
oleh raja.
Damayantì mengirim pelayannya bernama Keúinì untuk memperhatikan
Bàhuka. Keúinì mengadakan pembicaraan rahasia dengan Bàhuka. Walaupun Raja Nala
belum memperlihatkan identitas dirinya, ternyata ia menangis ketika ia
membicarakan Damayantì. Keúinì kembali menemui, menceritakan kepadanya tentang
apa yang telah ia dengar dan lihat. Damayantì semakin yakin bahwa Bàhuka adalah
Raja Nala. Ia kembali menugaskan Keúini untuk mengamati Bàhuka. Setelah ia
mengamati kembali, ia menemukan fakta-fakta sebagai berikut. (1) Bàhuka tidak
pernah berhenti sejenak ketika memasuki sebuah pintu. (2) Ia mudah menemukan
ruangan, walaupun di tempat kerumunan orang. (3) Pot yang kosong, hanya dilihat
saja oleh Bàhuka seketikaitu menjadi penuh. (5) Api tidak membakarnya, sekalipun
ia memegang api tersebut. (6) Ketika ia memetik bunga, maka bunga yang dipetik
itu tampak lebih segar dibandingkan sebelum dipetik. Ketika Keúinì menyatakan
semua fakta tersebut, Damayantì yakin sepenuhnya bahwa Bàhuka adalah Raja Nala.
Damayantì kembali menugaskan Keúinì untuk mengecek kemampuan Bàhuka memasak
daging yang dibawa oleh Keúinì. Damayantì mencoba daging yang telah dimasak
oleh Bàhuka, ternyata ia paham benar bahwa Bàhuka sesungguhnya adalah Raja
Nala. Damayantì kembalii menugaskan Keúinì untuk menemui Bàhuka dengan
mengikutkan Indrasena dan Indrasenà. Bàhuka berlarian memeluk kedua anaknya
itu, dan menangis sejadi-jadinya. Ia menjelaskan kepada Keúinì bahwa anak-anak
itu adalah anak-anaknya.
Setelah melakukan semacam pembuktian bahwa Bàhuka tidak lain
adalah Raja Nala. Damayantì menugaskan Keúinì untuk menemui ibunda ratu dan
menceritakansemua kejadian itu bahwa Damayantì yakin sepenuhnya bahwa Bàhuka
adalah Raja Nala. Damayantì meminta ijin kepada kedua orang tuanya untuk
menemui Bàhuka. Bàhuka kemudian diantar masuk ke tempat Damayantì. Demikian
melihat Damayatì, Bàhuka langsung menangis berlinang air mata. Demikian pula
halnya Damayatì dengan berlinang air mata ia berkata: “Bàhuka, apakah anda
melihat seseorang yang meninggalkan istrinya dalam keadaan tidur di tengah
hutan? Siapa dia, kecuali Raja Nala yang sangat terkenal dan memiliki kebajikan
yang akan membuang istrinya dalam keadaan tidur nyenyak, yang cintanya murni
kepada suaminya, yang kelelahan dan kelaparan sendirian di tempat yang sepi?
Apakah saya telah melakukan kesalahan kepadanya pada hari-hari sebelumnya
sehingga meninggalkan saya di hutan ketika saya sedang tidur. Ditinggal oleh
suami yang saya yakini sebagai Dewa, yang saya puja, saya memiliki anak dari
darah dagingnya, dan sekarang meninggalkan saya. Di hadapan para Dewa dan Dewa
Agni sebagai saksi , ia memegang tangan saya dan berjanji akan memberikan
dukungan dan perlindungan kepada saya. Kemanakah sumpah dan janji perkawinan
itu lenyap?”. Mendengarkan hal tersebut Bàhuka berlinang air mata dan
mengatakan bahwa ia pun menangis penuh penyesalan sepanjang waktu. Kemudian ia
menceritakan segala yang telah dialaminya, termasuk juga pemahamannya yang
keliru mendengar adanya sayembara yang kedua kalinya bagi Damayantì. Damayantì
mengatakan ia tidak pernah akan melakukan sayembara perkawinan yang kedua
kalinya, ia tidak pernah memikirkan laki-laki lain, dan tetap menjaga kesucian
dirinya. Saat itu Dewa Vàyu (Dewa Angin) bersabda dari angkasa: “Damayantì
tidak pernah melakukan dosa”. Tiba-tiba Raja Nala mengenakan pakaian
ke-devatà-an yang diberikan oleh Raja Ular Karkoþaka, dan kembali kepada wujud
aslinya. Damayantì langsung memeluk Raja Nala dengan menangis keras. Raja,
ayahandanya, ibundanya, dan semua orang-orang di istana berlarian mendatanginya.
Selanjutnya keesokan harinya Åtuparóa kembali ke Ayodhyà. Setelah beberaa hari
Raja Nala mengumpulkan tentaranya yang berjumlah 300 orang, 16 pasukan gajah,
50 pasukan berkuda, dan sebuah kereta berwarna putih, berangkat dari Vidarbha
menuju Niûadha Setibanya di istana Niûadha, Raja Nala menantang Puûkara untuk
bermain judi. Puûkara menolak tantangan itu. Raja Nala mengambil pedangnya dan
mengancam membunuh dan mencincang Puûkara menjadi dua bagian. Akhinya Puûkara
setuju untuk bermain judi. Dalam waktu singkat Raja Nala berhasil mengembalikan
kerajaan dan seluruh kekayaannya. Namun Raja Nala tidak membunuh Puûkara,
sebaliknya ia memeluk Puûkara. Nala kembali menjadi raja. Damayantì dan
putra-putrinya sampai di istana Niûadha, Raja Nala memerintah kerajaan jauh
lebih sejahtra dan bahagia dibandingkan sebelumnya.
baca juga :
Ringkasan Mahabharata Parwa 1. Adiparwa
Ringkasan Mahabharata Parwa 2. Sabhaparwa
Ringkasan Mahabharata Parwa 3. Vanaparva/Aranyakaparva
Ringkasan Mahabharata Parwa 4 - Virata Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 5 - Udyoga Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 6 - Bhisma Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 7 - Drona Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 8 - Karna Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 9 - Salya Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 10 - Sauptika Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 11 - Stri Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 12 - Santi Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 13 - Anusasana Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 14 - Asvamedika Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 15 - Asramawasika Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 16 - Mausala Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 17 - Mahaprasthanika Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 2. Sabhaparwa
Ringkasan Mahabharata Parwa 3. Vanaparva/Aranyakaparva
Ringkasan Mahabharata Parwa 4 - Virata Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 5 - Udyoga Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 6 - Bhisma Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 7 - Drona Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 8 - Karna Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 9 - Salya Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 10 - Sauptika Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 11 - Stri Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 12 - Santi Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 13 - Anusasana Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 14 - Asvamedika Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 15 - Asramawasika Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 16 - Mausala Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 17 - Mahaprasthanika Parva
Ringkasan Mahabharata Parwa 18 - Svargarohanika Parva
baca juga cerita-cerita sisipan yang terjadi, antara lain:
Cerita Ringkas Sisipan 1 Dalam Mahabharata (RAJA NAHUÛA)
Cerita Ringkas Sisipan 3 Dalam Mahabharata (SÀVITRÌ DAN SATYAVÀN)Cerita Ringkas Sisipan 4 Dalam Mahabharata (NADÌTAMA GAÒGÀ (KEUTAMAAN SUNGAI GAÒGÀ))Cerita Ringkas Sisipan 5 Dalam Mahabharata (GARUÐA - SI RAJA BURUNG)
Cerita Ringkas Sisipan 3 Dalam Mahabharata (SÀVITRÌ DAN SATYAVÀN)Cerita Ringkas Sisipan 4 Dalam Mahabharata (NADÌTAMA GAÒGÀ (KEUTAMAAN SUNGAI GAÒGÀ))Cerita Ringkas Sisipan 5 Dalam Mahabharata (GARUÐA - SI RAJA BURUNG)
(Label: ayodhya, bahuka, brahmana sudewa, dewa agni, dewa indra, dewa kali, dewaresi naradha, kesini, nala damayanti, raja cedi, raja puskara, retuparna, widharba)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar