Sàvitrì dan Satyavàn
Cerita sisipan lainnya yang sangat populer di dalam Mahàbhàrata adalah cerita Sàvitrì dan Satyavàn.
Cerita sisipan lainnya yang sangat populer di dalam Mahàbhàrata adalah cerita Sàvitrì dan Satyavàn.
Cerita Raja Nala dan permaisurinya Damayantì merupakan sisipan dalam kitab Mahàbhàrata dan cerita ini sangat populer di kalangan masyarakat. Di dalam kitab Mahàbhàrata (Vanaparva 52-79) dijelaskan Vettam Mani (1989:196-199) sebagai berikut.
Parva ini merupakan parva yang ke-18 dan merupakan yang terakhir yang membangun Mahàbhàrata. Dalam perjalanannya di sorga, ia melihat Duryodhana duduk di singasana, tetapi dia tidak melihat saudara-saudaranya dan Draupadì. Ternyata semua itu hanya ilusi. Akhirnya Yudhiûþhira bertemu dengan saudaranya dan juga Draupadì.
Parva ini merupakan parva ke-17 Mahàbhàrata menceritakan tentang para Pàóðava yang pergi ke sorga. Kelima bersaudara ini, di temani oleh Draupadì pergi mendaki Gunung Mahàmeru. Mereka semua meninggal, kecuali Yudhiûþhira.
Parva ini merupakan parva yang ke-16. Dalam Strìparva, Gàndhàrì menyalahkan Úrì Kåûóa karena tidak mencegah pembantaian atas putra-putranya, dan iapun mengutuk Úrì Kåûóa. Pada akhirnya terjadi peperangan antara Yàdava, atas bantuan Muúala. Bàlaràma terbunuh, dan Úrì Kåûóa pun terbunuh oleh seorang pemburu.
Parva ini merupakan parva ke-15 Mahàbhàrata, menceritakan tentang Dhåtaràûþra yang menjalani masa Vànaprastha selama lima belas tahun, Dhåtaràûþra dan Gàndhàrì tinggal bersama dengan para keponakannya. Kemudian mereka bertapa ke hutan.
Parva ini merupakan parva ke-14 Mahàbhàrata. Yudhiûþhira dianjurkan untuk melaksanakan upcara Aúvamedhayajña. Dan Uttarà, istri dari Abhìmanyu melahirkan Parikûita. Aúvamedhikaparva terdiri dari 2 subparva dengan jumlah seluruh úlokanya sebanyak 2.452 buah.
Merupakan parva ke-13. Bagian terpenting dari parva ini adalah cerita mokûanya Bhìûma. Dengan disaksikan oleh banyak orang, roh Bhìûma terangkat ke langit. Anuúàsana seperti halnya Karóaparva membahas 2 hal yang penting yakni Dànadharma (Dànadharmaparva) dan Bhìûma mencapai mokûa (Bhìûma-Svargarohana Parva) terdiri dari 168 canto dengan jumlah úloka sebanyak 7.679 buah.
Merupakan parva ke-12 Mahàbhàrata. Kisah sebenarnya kelahiran Karóa akhirnya terungkap. Yudhiûþhira memutuskan untuk menerima hukuman atas pembunuhan saudaranya itu dengan bertapa di hutan. Ia diminta untuk tidak melakukan hal itu dan kemudian menduduki singasana kerajaan.
Merupakan parva ke-11 Mahàbhàrata. Para wanita Kaurava mengunjungi medan peperangan dan Gàndhàrì memaparkan bayangan mengerikan tentang perang tersebut. Para menantunya, dalam keadaan yang kusut dan kalut, menangis dan meratapi jenasah suami-suami mereka.
Parva ini merupakan parva ke-10 Mahàbhàrata, banyak menceritakan tentang pembantaian kelima anak para Pàóðava. Bentuknya sama seperti Karóaparva, terdiri dari 806 úloka, tidak dibangun melalui subparva seperti parva-parva Mahàbhàrata pada umumnya.
Parva ini merupakan parva ke-9 Mahàbhàrata. Parva ini bercerita tentang perang dibawah pimpinan Úalya yang kemudian terbunuh oleh Yudhiûþhira. Sementara itu Sahadeva membunuh penasehat Kaurava yang jahat, Úakuni. Duryodhana akhirnya sendirian. Ia mengungsi ke sebuah danau dimana dengan kekuatan magisnya ia menyembunyikan diri di bawah air.
Parva ini merupakan parva ke-8. Bhìma membunuh Duáúasana, dan berhasil membalaskan dendam atas penghinaan terhadap Draupadì. Sebuah pertempuran yang hebat pun terjadi antara Karóa dan Arjuna. Kereta perang Karóa terperosok dalam lumpur sehingga Arjuna berhasil membunuhnya. Pada Karóaparva ini tidak dikenal lagi subparva tertentu seperti kitab-kitab parva Mahàbhàrata sebelumnya.
Parva ini merupakan parva ke-6 Mahàbhàrata. Parva ini menceritakan tentang persiapan panjang dari perang Mahàbhàrata. Doa Gìtà yang terkenal di dunia pun dihubungkan dengan layar ini, dimana Úrì Kåûóa membimbing Arjuna agar tidak ragu-ragu untuk berperang meskipun lawannya adalah saudara dan kerabatnya sendiri.
Parva atau buku ini merupakan buku ke-4 yang menceritakan tentang penyamaran Pàóðava selama tahun terakhir masa pengasingan mereka. Mereka menghabiskan masa ini di Viratanàgara tanpa dikenali. Ketika saudara ipar dari Raja Viràta mencoba untuk mengganggu Drupadì, Bhìma membunuhnya.
Parva ini merupakan parva ke-3, memaparkan kisah pengasingan para Pàóðava. Para Pàóðava yang telah kalah bermain judi kemudian pergi dan tinggal di hutan. Úrì Kåûóa mengunjungi mereka dan mendorong mereka untuk berperang melawan Kaurava.
Sabhàparva adalah parva ke-2 dari 18 parva. Parva ini memaparkan kisah perjudian. Duryodhana, yang iri hati dan dikuasai rasa benci, menyelenggarakan perjudian tersebut. Úakuni, sang penipu ulung, mengejek Yudhiûþhira yang telah kehilangan segalanya dalam perjudian. Akhirnya, Yudhiûþhira mempertaruhkan istrinya Draupadì yang kemudian harus mengalami perlakuan yang kasar dan brutal tidak hanya dihadapan para suaminya, tetapi juga di hadapan para tokoh besar Hastinàpura seperti Åûi Bhìûma.
Mahàbhàrata disusun dalam bentuk parva yang jumlahnya 18 buah, oleh karena itu di dalam úàstra Jawa Kuno, Mahàbhàrata juga disebut Aûþadaúaparva (Sanghyang Aûþadaúaparva) yang merupakan karya seorang Mahàrûi bernama Veda Vyàsa seperti telah disebutkan di depan.